Foto makanan berbungkus daun pisang
Bungkus daun, semakin langka
Daun lawan plastik. Siapa yang bakal menang? Entahlah. Saya sendiri lebih suka daun. Setelah jajanan saya sikat habis, semua daun saya kumpulkan lalu saya berikan pada peliharaan saya kelinci. Selanjutnya daun yang tidak habis dimakan kelinci saya buang ke jogangan (lubang di tanah untuk membuang sampah).
Begitu setiap hari. Kalau lubang sudah penuh, saya tutup dengan tanah. Beberapa bulan kemudian, sewaktu saya perlu tanah untuk menanam sayuran, saya tinggal membongkar jogangan dan mengambil tanah di dalamnya. Subur tentu saja karena mengandung banyak kompos alami.
Para pembuat makanan kecil, jajanan atau cemilan sudah banyak yang beralih ke plastik. Praktis, katanya. Saya akui itu memang ada benarnya. Menyiapkan bungkus daun butuh banyak tenaga dan waktu. Pergi ke kebun, memetik daun yang akan dijadikan pembungkus, menjemurnya dulu biar layu, lalu melapnya biar bersih. Dalam hal ini, plastik memang lebih praktis. Tinggal ke toko, order mau belu berapa bungkus atau berapa pak, bahkan berapa bal pun ada.
Tapi dalam soal pembuangan, daun lebih praktis. Nggak percaya? Coba saja anda membuang bungkus-bungkus daun di atas tanah di halaman belakang rumah anda. Dalam 3 atau 4 bulan kemudian, cobalah untuk mencari  bungkus daun tadi. Susah kan, karena sudah pasti dedaunan akan membusuk dan bercampur dengan tanah. Alam dapat membersihkan daun dan bahan-bahan organik lainnya dengan mudah.
Sebaliknya, apa yang akan terjadi jika yang anda buang itu plastik? Dalam waktu 3 atau 4 bulan, bahkan 1 tahun hingga bertahun-tahun kemudian, anda akan tetap menemukannya. Berserakan di kebun belakang rumah anda.
Ya, mungkin contoh ini terlalu berlebihan, tapi saya yakin anda faham dengan maksud saya.
15/6/2016 06:52:35 pm

Waduh....keren, sisa daun untuk kelinci

Reply



Leave a Reply.